skip to Main Content
Boikot Produk Prancis 2020 Dimata Mahasiswa

Boikot Produk Prancis 2020 Dimata Mahasiswa

Boikot produk Prancis pada akhir tahun 2020 lalu merupakan buntut dari pernyataan Presiden Prancis, Emmanuel Macron yang menghina islam dan mendukung Samuel Paty, seorang guru yang tewas dibunuh setelah membahas gambar kartun Nabi Muhammad dikelas kebebasan berbicara.

Aksi boikot produk perancis yang hadir di Indonesia tahun lalu sebagai Tindakan protes yang dilayangkan masyarakat Indonesia sebagai negara mayoritas muslim kepada negara Prancis terutama Presiden Emmanuel Macron. Tak hanya Indonesia, tetapi negara mayoritas muslim lainnya juga melakukan aksi boikot produk Prancis juga.

Melihat seruan aksi boikot produk Prancis, Mahasiswa turut menyuarakan pendapatnya. Mereka menyayangkan apa yang dilakukan masyarakat Indonesia. Salah satunya Bimo, Mahasiswa Public Relation UAI menilai, Tindakan masyarakat justru merepotkan diri sendiri dan lebih baik melalui jalur hukum.

“Kalo menurut saya itu sedikit kurang masuk akal karena jika dianggap itu gerakan melawan, tidak cukup dan justru merepotkan diri kita sendiri disini, seharusnya dilawan melalui jalur hukum yang berlaku” Ungkap Bimo, Mahasiswa Public Relation UAI. “cuma menurut saya kurang efektif dan jadinya merepotkan” tambahnya.

Mahasiswa lainnya menambahkan, masih banyak cara pintar untuk menyuarakan penolakannya terhadap Tindakan Presiden Prancis Emmanuel Macron dan lebih efektif dapat meningkatkan awareness pada negara Prancis.

“Menurut saya kegiatan ini bukanlah sebuah jalan keluar untuk meminta permintaan maaf dari Presiden Prancis tersebut, mungkin seharusnya ada tindakan yang lebih pintar untuk menangani pernyataan Presiden Prancis tersebut.” Pungkas Mahasiswa Public Relation lainnya, Dhika.

“Protes seperti membuka petisi, protes tanpa harus membuang2 produk, menyuarakan keresahan, dan voice out to the world. Ngga cuman sekedar membeli lalu membakar dan aksi anarkis karena aksi itu tidak akan membuahkan hasil apapun” ujar Nadira Mahasiswa Public Relation.

Hingga kini pun para mahasiswa tersebut juga masih menggunakan produk-produk Prancis seperti air mineral, peralatan rumah tangga hingga skincare. Mereka memang menolak atas pernyataan Presiden Prancis, namun aksi boikot produk Prancis dinilai tidak tepat untuk menyelesaikan permasalahan yang ada.

“Memboikot hanya akan mempengaruhi produksi dari perusahaan dan tidak secara langsung mempengaruhi Macron” Ujar Nadira. “Karena produk Prancis itu banyak digunakan sehari2.. Dan perusahaannya memiliki franchise yang tidak terhubung langsung ke Prancis. Jadi menurut saya boikot dengan membakar tidak akan membuahkan hasil apa2” tutupnya.

(Ajidana Iman Arif Nugraha – Mahasiswa Ilmu Komunikasi 2018)

Back To Top